Minggu, 06 November 2011

Metode Pembelajaran Bermain Peran

1.      Pengertian Bermain Peran
Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan unutk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain (Depdikbud, 1964:171).
Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas.
Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menetukan apakah proses  pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembang: (Hasan, 1996: 266).

2.      Tujuan Penggunaan Bermain Peran
Tujuan dari penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut :
a.       Untuk motivasi siswa,
b.      Untuk menarik minat dan perhatian siswa,
c.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi situasi dimana mereka mengalami emosi, perbedaan pendapat dan permasalahan dalam lingkungan kehidupan sosial anak,
d.      Menarik siswa untuk bertanya,
e.       Mengembangkan kemampuan komusikasi siswa,
f.       Melatih siswa untuk berperan aktif dalam kehidupan nyata,

3.      Langkah-langkah dan persiapan bermain peran
Agar proses pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode bermain peran tidak mengalami kaku, maka perlu adanya langkah-langkah yang harus kita pahami terlebih dahulu ( Dahlan ; 1984) adalah sebagai berikut :
1.      Identifikasi masalah dengan cara memotivasi para peserta didik,
2.      Memilih tema,
3.      Menyusun skenario pembelajaran,
4.      Pemeranan,
5.      Tahapan diskusi dan evaluasi,
6.      Melakukan pemeranaan ulang,melakukan diskusi dan evaluasi,
7.      Membagi pengalaman dan menarik generalisasi.

Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)Tife STAD

 1.      Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning)
a.      Pengertian
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson & Johnson, 1987). Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-rata dan rendah; laki-laki dan perempuan; siswa dengan latar belakang suku berbeda yang ada di kelas; dan siswa penyandang cacat bila ada.
Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, karena pembelajaran terbaik akan tercapai di tengah-tengah percakapan di antara siswa. Sedang terjadi kecenderungan di mana-mana, bahwa para guru di seluruh duni mengubah deretan tempat duduk siswa yang telah mereka duduki sekian lama dengan menciptakan suatu lingkungan kelas baru tempat siswa secara rutin dapat saling membantu satu sama lain guna menuntaskan bahan ajar akademiknya.

b.      Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, palign tidak ada tiga tujuan yang hendak dicapai, yaitu :
1)      Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orentasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
2)      Pengakuan adanya keragaman
Model kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademkik, dan tingkat social.
3)      Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan social dan kolaborasi dalam hal berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mengemukakan ide dan pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Keterampkilan ini amat penting untuk memiliki nantinya di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang paling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragama.

c.       Tahapan Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh Penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran kooperatif tersebut dirangkum dalam tabel sebagai berikut :


Tabel 1
Tahapan Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

d.      Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Dalam pembelajaran kooperatif juga diperlukan tugas perencanaan. Misalnya; menentukan pendekatan yang tepat, memilih topik yang sesuai dengan model ini, pembentukan kelompok siswa, menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa, mengenalkan siswa kepada tugas dan perannya dalam kelompok, merencanakan waktu dan tempat duduk yang akan digunakan.
Sebelum pembelajaran kooperatif dimulai, siswa perlu diperkenalkan terlebih dahulu apa itu pembelajaran kooperatif dan bagaimana aturan-aturan yang harus diperhatikan. Agar pembelajaran dapat berjalan lancar, sebaiknya kepada siswa diberitahukan petunjuk-petunjuk tentang yang akan dilakukan. Petunjuk-petunjuk tersebut antara lain sebagai berikut :
-          Tujuan pembelajaran
-          Apa saja yang akan dikerjakan siswa dalam kelompok
-          Batas waktu untuk menyelesaikan tugas
-          Jadwal pelaksanaan kuis
-          Jadwal presentasi kelas untuk kelompok penyelidikan
-          Prosedur pemberian nilai penghargaan individu dan kelompok
-          Format presentasi laporan.

2.      Pengertian Metode STAD (Student Teams-Achievement Division)
STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, STAD terdiri dari lima komponen utama :
a.      Presentasi Kelas
Pada kegiatan ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan metode pembelajaran yang akan diterapkan, memotivasi siswa agar siap dengan pelajaran yang akan diajarkan, kemudian diikuti dengan penyajian informasi. Presentasi ini sering menggunakan ceramah-diskusi atau pengajaran langsung. Pada fase ini siswa harus benar-benar memperhatikan guru karena dengan begitu akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik.
b.      Kerja Tim
Setelah presentasi kelas, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tim disusun dari empat atau lima siswa. Tim ini mewakili heterogenitas kelas ditinjau dari kinerja yang lalu, suku, dan jenis kelamin. Tim empat-lima orang dalam yang terdiri dari dua orang laki-laki, dua/tiga orang perempuan atau sebalinya, yang memiliki seorang anggota berkinerja tinggi, seorang berkinerja rendah, dan 3 orang berkinerja rata-rata. Bila dimungkinkan perhatikan suku mayoritas dan minoritas. Siswa ditempatkan ke dalam tim oleh guru, bukan oleh siswa yang memiliki anggotanya sendiri.
Fungsi utama tim ini adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Setelah guru mempresentasikan materi, tim tersebut berkumpul untuk mempelajari LKS atau bahan lain. Mereka saling berdiskusi dan membantu setiap anggota tim agar semua anggota dapat memahami materi yang dipelajari atau LKS yang mereka kerjakan. Kerja tim merupakan ciri terpenting dari STAD. Pada setiap saat diberikan penekanan pada anggota tim agar melakukan yang terbaik untuk timnya.
Peran guru pada tahap ini adalah pada saat validasi hasil presentasi kegiatan kelompok di depan kelas. Guru mengarahkan pada jawaban yang dianggap benar sehingga seluruh kelompok dapat memperbaiki hasil kinerja mereka dan pada akhirnya diharapkan semua siswa memperoleh satu konsep baru yang benar.
c.       Kuis
Pada akhir materi, para siswa tersebut dikenai kuis individual. Pada saat ini siswa tidak diperbolehkan bekerja satu sama lain. Hal ini menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar tersebut.
d.      Poin Perbaikan Individu
Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya dalam system penskoran, namun tidak seorang siswapun dapat melakukan seperti itu tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya.
1)      Penentuan Skor Dasar Awal
Skor dasar mewakili skor rata-rata siswa pada kuis yang lalu. Apabila anda memulai STAD setelah anda memberikan tiga kuis atau lebih, gunakan skor kuis rata-rata sebagai skor dasar. Apabila tidak memiliki skor kuis seperti itu, gunakan nilai final siswa dari tahun yang lalu, ataupun dapat dilakukan pre test terlebih dahulu.


2)      Skor Individu
Dari hasil kuis, siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa skor kuis mereka melampui skor dasar mereka., seperti contoh pada tabel berikut :
Tabel 2
Kriteria Poin Perbaikan

Skor Kuis
IP
Nilai sempurna tidak memandang berapa pun skor dasar
30 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
30 poin
1-10 poin di atas skor dasar
20 poin
1-10 poin di bawah skor dasar
10 poin
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
5 poin

3)      Skor Tim
Untuk menghitung skor tim, masukan setiap poin perbaikan siswa pada lembar ihtirar tim yang sesuai, jumlahkan poin tersebut dan bagi dengan jumlah anggota tim, bulatkan untuk menghilangkan pecahan. Perhatikan bahwa skor tim lebih ditentukan oleh skor perbaikan daripada skor kuis rendah.

e.       Penghargaan Tim
Segera mungkin setelah setiap kuis terlaksana, guru seharusnya mengumumkan skor perbaikan individual dan skor tim dan menghadiahkan sertifikat atau penghargaan lain kepada tim yang memperoleh skor tinggi. Apabila mungkin, pengumuman skor tim tersebut dilakukan pada jam pelajaran pertama berikutnya setelah kuis tersebut bagi siswa ini akan memperjelas hubungan antara bekerja dengan baik dan menerima penghargaa dan hal ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk berbuat yang terbaik.
Berikan kriteria penghargaan, ada tiga tingkat penghargaan yang diberikan berdasarkan skor tim rata-rata. Perhatikan bahwa seluruh tim dapat memperoleh penghargaan tersebut. Di dalam sebuah kelas dapat terjadi lebih dari satu tim mendapat penghargaan TIM SUPER atau TIM HEBAT ataupun TIM BAIK asal kriterianya terpenuhi. Artinya tim-tim tersebut tidak saling berkompetisi, sebagai contoh dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Kriteria Penghargaan

Kriteria (Rata-rata Tim)
Penghargaan
15-19
TIM BAIK
20-24
TIM HEBAT
25-30
TIM SUPER

METODE DEMONTRASI

1. Pengertian/ Definisi

Metode demonstrasi adalah salah satu metode – untuk menunjukan siswa untuk melihat apa yang dikerjakan. – Jadi demonstrasi adalah cara mengajar guru dengan menunjukan atau memperlihatkan suatu proses sehingga siswa dapat melihat, menghormati, mendengar, meraba-raba dan merasakan proses yang dipertunjukan oleh guru. ( Drs. M. Subana dan Sunarti. 2008 : 110- 112).
Metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempertunjukan suatu benda atau cara kerja sesuatu. Benda itu berupa benda sebenarnya atau suatu model. Hal-hal lain yang dapat dipertunjukan adalah cara menggunakan alat atau serangkaian percobaan yang terakhir ini dilakukan bila alat-alat yang digunakan itu jumlahnya tidak memadai atau percobaan itu mengandung hal-hal yang berbahaya atau ada alat yang mudah pecah. Dalam metode ini antara lain dapat dikembangkan kemampuan siswa untuk mengamati, menggolongkan, menarik kesimpulan, menerapkan konsep, prinsip atau prosedur dan mengkomunikasikannya kepada siswa-siswa lain. Demonstrasi dapat dilakukan oleh guru atau siswa yang sudah dilatih sebalumnya. (Depdikbud 1994/ 1995 : 50-51).

2. Ciri-Ciri Demonstrasi
  1. Guru melakukan percobaan.
  2. Bertujuan agar siswa mampu memahami cara mengatur atau menyusun sesuatu.
  3. Bila siswa melakukan sendiri demonstrasi, mereka akan lebih berhasil, lebih mengerti dalam menggunakan sesuatu. alat.
  4. Siswa dapat memilih dan memperbandingkan cara terbaik. ( Drs.M. Subana dan Sunarti. 2008: 110-112).

3. Cara Penyajian
  1. Guru menyusun tujuan instruktursional untuk memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar.
  2. Guru mem pert 1 mbangkan bahwa pilihan teknik yang digunakannya mampu menjamin tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
  3. Guru mengamati apakah jumlah siswa memberi kesempatan untuk siswa demonstrasi yang berhasil. Bila tidak, is harus mengambil kebijaksanaan lain.
  4. Guru meneliti alai dan van yang akan digunakan mengenai jumlah, kondisi, dan tempatnya. Disamping itu, ia juga mengenal balk-balk atau mencoba terlebih dahulu agar demonstrasi yang dijalankannya dapat berhasil.
  5. Guru mampu menentukan garis besar langkah-langkah yang akan di lakukan.
  6. Guru meyakini tersedia waktu yang cukup sehingga dapat memberi keterangan bila perlu dan siswa bisa bertanya.
  7. Selama demonstrasi berlangsung guru harus memberi kesempatan pada siswa untuk mengamati dengan balk dan bertanya.
  8. Guru perlu mengadakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan itu berhasil. Bila perlu demonstrasi bisa diulang. ( Drs.M. Subana dan Sunarti. 2008: 110-112).

4. Keuntungan/ Kelebihan Metode Demontrasi
  1. Perhatian siswa lebih terpusat pada pelajaran yang sedang diberikan.
  2. Kesalahan yang terjadi bila dipelajaran ini diceramahkan dapat diatasi melalui pengamatan dan contoh kongkret.
  3. Kesan yang diterima siswa lebih mendalam dan tinggal lebih lama.
  4. Siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung serta dapat mengembangkan kecakapannya.
 
5. Kelemahan Teknik Demonstrasi
  1. Alat yang terlalu kecil atau penempatan yang kurang tepat menyebabkan demontrasi tidak dapat dilihat oleh siswa.
  2. Guru harus menjalankan kelangsungan demonstrasi dengan bahasa clan suara yang dapat ditangkap oleh siswa.
  3. Bila waktu sempit, demontrasi akan berjalan terputus-putus atau dijalankan tergesa-gesa sehingga hasilnya tidak memuaskan.
  4. Bila siswa tidak diikutsertakan, proses demonstrasi akan kurang dipahami. (M. Subana dan Sunarti, 2008:112)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips


a)  Pembelajaran Kooperatif
Salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada pandangan kontruktivisme adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Kagan (2000:1), belajar kooperatif adalah suatu istilah yang digunakan dalam prosedur pembelajaran interaktif, dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan berbagai masalah. Setiap siswa tidak hanya menyelesaikan tugas individunya, tetapi juga berkewajiban membantu tugas teman kelompoknya, sampai semua anggota kelompok memahami suatu konsep.
Sementara itu, Johnson & Johnson dalam Kagan (2000:1) mengemukakan pendapat bahwa belajar kooperatif adalah strategi belajar yang menggunakan kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok dengan siswa dari tingkat kemampuan berbeda, menggunakan aktivitas belajar yang bervariasi untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadqap suatu konsep.
Tujuan akhir yang ingin dikembangkan dari pembelajaran kooperatif adalah mengoptimalkan kompetensi individu menjadi kompetensi kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama, hal ini memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, sebagai fondasi yang baik untuk meningkatkan prestasi siswa.

b) Kelemahan dan kelebihan pembelajaran kooperatif
1)      Kelemahan
ü  diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya   diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang kesempatan untuk   mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar 
ü  kelompok merasa asing dan sulit untuk bekerja sama.
2)      Kelebihan
ü  memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri        dan cara memecahkan masalah,
ü  memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya,
ü  membiasakan siswa untuk bersikap terbuka namun tegas,
ü  meningkatkan motivasi belajar siswa,
ü  membantu guru dalam pencapaian tujuan pembelajar. Kare4na langkah-langkah pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah,
ü  mendorong motivasi guru untuk menciptakan media pengajaran, karena media begitu penting dalam pembelajaran kooperatif.

c)  Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips
Berdasarkan pada prosedur pelaksanaan pembelajarannya, Lie (2002: 14) membedakan pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe, yaitu make a match (mencari pasangan), Think–Fair–Share (berpikir - berpasangan - berbagi), bertukar pasangan, berkirim salam dan soal, numbered heads together (kepala bernomor), two stay two stray (dua tamu dua tinggal), talking chips (kartu berbicara), roundtable (meja bundar), inside–outside–circle (lingkaran besar lingkaran kecil), paired storytelling (berbicara berpasangan), three steps interview (tiga tahap wawancara), dan jigsaw.
Pembelajar kooperatif tipe taliking chips pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Dalam kegiatan talking chips, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontruksi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
Dalam pelaksanaan talking chips setiap anggota kelompok diberi sejumlah kartu / “chips” (biasanya dua sampai tiga kartu). Setiap kali salah seorang anggota kelompok menyampaikan pendapat dalam diskusi, ia harus meletakan satu kartunya ditengah kelompok. Setiap anggota diperkenankan menambah pendapatnya sampai semua kartu yang dimilikinya habis. Jika kartu yang dimilikinya habis, ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota kelomoknya juga menghabiskan semua kartu mereka. Jika semua kartu telah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi-bagi kartu lagi dan diskusi dapat diteruskan kembali (Kagan, 2000 : 47).
Secara sederhana, penggunaan kartu dapat diganti oleh benda-benda kecil lainnya yang dapat menarik perhatian siswa, misalnya kancing, kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan lain-lain. Karena benda-benda tersebut berbunyi gemerincing, maka istilah untuk talking chips dapat disebut juga dengan “kancing gemerincing” (Lie, 2002 : 63).